Saturday, March 24, 2012

Memahami Post-Power Syndrome pada Orang yang Dicintai


Rudi, pemuda gagah berusia 23 tahun semakin hari semakin sebal saja melihattingkah ayahnya. Bayangkan saja, siapa yang tidak sebal bila memiliki ayah yangsudah pensiun dan menganggur, tetapi bila berbicara selalu yang muluk-muluk.Ayahnya tak henti-hentinya bercerita tentang betapa hebatnya dia dulu ketikamenjabat direktur utama dari sebuah perusahaan garmen di Surabaya. Seakan-akandia tidak pernah sadar, bahwa cerita yang selalu diulang-ulangnya sudah puluhankali keluar masuk telinga Rudi. Bila ditegur, ayahnya tidak bisa menerima danmenganggap Rudi belum berpengalaman atau masih bau kencur.
Bila teman-teman Rudi main kerumah, ayahnya selalu memberikan "kuliah" kepada teman-temannyasupaya mereka mencontoh apa yang sudah dikerjakan ayahnya. Bahkan bukan hanyadi rumah, di lingkungan tetanggapun, ayah Rudi dikenal sebagai"pengobral" cerita masa lalu yang sudah usang. Akibatnya, bukan hanyaRudi saja yang jengkel, tetapi tetangganya yang sudah bosan mendengar ceritaayahnya juga langsung menyingkir begitu melihat ayah Rudi datang.
Post-power syndrome, adalah gejala yang terjadi di manapenderita hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya (karirnya,kecantikannya, ketampanannya, kecerdasannya, atau hal yang lain), danseakan-akan tidak bisa memandang realita yang ada saat ini. Seperti yangterjadi kepada ayah Rudi, beliau mengalami post-power syndrome. Beliau selaluingin mengungkapkan betapa beliau begitu bangga akan masa lalunya yang dilaluinyadengan jerih payah yang luar biasa (menurutnya).
Ada banyak faktor yangmenyebabkan terjadinya post-power syndrome. Pensiun dini dan PHK adalah salahsatu dari faktor tersebut. Bila orang yang mendapatkan pensiun dini tidak bisamenerima keadaan bahwa tenaganya sudah tidak dipakai lagi, walaupun menurutnyadirinya masih bisa memberi kontribusi yang signifikan kepada perusahaan,post-power syndrom akan dengan mudah menyerang. Apalagi bila ternyata usianyasudah termasuk usia kurang produktif dan ditolak ketika melamar di perusahaanlain, post-power syndrom yang menyerangnya akan semakin parah.
Kejadian traumatik jugamenjadi salah satu penyebab terjadinya post-power syndrome. Misalnya kecelakaanyang dialami oleh seorang pelari, yang menyebabkan kakinya harus diamputasi.Bila dia tidak mampu menerima keadaan yang dialaminya, dia akan mengalamipost-power syndrome. Dan jika terus berlarut-larut, tidak mustahil gangguanjiwa yang lebih berat akan dideritanya.
Post-power syndrome hampirselalu dialami terutama orang yang sudah lanjut usia dan pensiun daripekerjaannya. Hanya saja banyak orang yang berhasil melalui fase ini dengancepat dan dapat menerima kenyataan dengan hati yang lapang. Tetapi padakasus-kasus tertentu, dimana seseorang tidak mampu menerima kenyataan yang ada,ditambah dengan tuntutan hidup yang terus mendesak, dan dirinya adalahsatu-satunya penopang hidup keluarga, resiko terjadinya post-power syndromeyang berat semakin besar.
Beberapa kasus post-powersyndrome yang berat diikuti oleh gangguan jiwa seperti tidak bisa berpikirrasional dalam jangka waktu tertentu, depresi yang berat, atau padapribadi-pribadi introfert (tertutup) terjadi psikosomatik (sakit yangdisebabkan beban emosi yang tidak tersalurkan) yang parah.
Penanganan
Bila seorang penderitapost-power syndrome dapat menemukan aktualisasi diri yang baru, hal itu akansangat menolong baginya. Misalnya seorang manajer yang terkena PHK, tetapi bisaberaktualisasi diri di bisnis baru yang dirintisnya (agrobisnis misalnya), iaakan terhindar dari resiko terserang post-power syndrome.
Di samping itu, dukunganlingkungan terdekat, dalam hal ini keluarga, dan kematangan emosi seseorangsangat berpengaruh pada terlewatinya fase post-power syndrome ini. Seseorangyang bisa menerima kenyataan dan keberadaannya dengan baik akan lebih mampumelewati fase ini dibanding dengan seseorang yang memiliki konflik emosi.
Dukungan dan pengertian dariorang-orang tercinta sangat membantu penderita. Bila penderita melihat bahwaorang-orang yang dicintainya memahami dan mengerti tentang keadaan dirinya,atau ketidak mampuannya mencari nafkah, ia akan lebih bisa menerima keadaannyadan lebih mampu berpikir secara dingin. Hal itu akan mengembalikan kreativitasdan produktifitasnya, meskipun tidak sehebat dulu. Akan sangat berbeda hasilnyajika keluarga malah mengejek dan selalu menyindirnya, menggerutu, bahkanmengolok-oloknya.
Post-power syndrome menyerangsiapa saja, baik pria maupun wanita. Kematangan emosi dan kehangatan keluargasangat membantu untuk melewati fase ini. Dan satu cara untuk mempersiapkan dirimenghadapi post-power syndrome adalah gemar menabung dan hidup sederhana.Karena bila post-power syndrome menyerang, sementara penderita sudah terbiasahidup mewah, akibatnya akan lebih parah.

No comments:

Post a Comment